Ucapan

Selamat Datang di Blog Saya. Silahkan Berjelajah Sesuka Hati Anda :D

Selasa, 25 November 2014


Bayang-Bayang Kabut
Karya : Tessa Anestiana
Apa yang paling menakutkan dari sebuah perpisahan?
Adalah kenangan yang selalu menghantui setiap langkah di masa depan.
Adalah setiap bayangan yang kehadirannya senyata pagi setelah malam.
Adalah setiap siang terik tanpa semilir angin
Adalah setiap waktu yang berputar kembali ke masa itu.
By-you
Terkirim : 19.55
Kita sampai dsini aja, aku gk bsa jadi yg kmu inginkan, begitu jga kmu. Gk usah ganggu aku dlu. 
            Selesai mengetik pesan itu kemudian Sasa menekan tombol kirim pada telepon selulernya. Air matanya semakin deras menetes membasahi seluruh wajahnya yang pucat, dadanya semakin sesak, udara yang ada di kamarnya seakan sangat kurang untuk dihirupnya seorang diri. Dia mencoba untuk duduk dan membuka-buka pesan dalam telepon selulernya yang tak dijamahnya selama dua jam.  Terlihat deretan pesan dari beberapa nama yang berbeda, Sasa  mulai membuka dari barisan nama paling bawah dan mencoba membacanya meski dengan pandangan yang kabur dan kepala yang serasa berputar-putar. Beberapa pesan dari teman-temannya yang tanpa dia membaca sampai tuntas Sasa sudah bisa menebak isinya. Lalu dia mulai menyapu cepat nama-nama pengirim pesan dalam teleponnya dan dia mendapati nama Angga.
Angga
Diterima: 20.10
Sa, jdi nganter aku beli jaket gk, aku ke rumahmu ni. Kmu gk ketiduran kn?
Terkirim: 20.20
Hah, iya maaf Ngga. Okedeh aku tunggu, hati-hati di jalan.
            Sasa segera mencuci muka dan memoleskan bedak tipis ke wajahnya, berharap polesan bedaknya akan mampu menutupi kepedihan yang tengah dia rasakan, tetapi gagal total bedaknya justru hanya membuat wajahnya semakin pucat. 
***
“ Halloo, Nyet. Eh-eh kamu sakit Sa?”
“ Apaan, enggak. Habis bangun tidur ni, kamu sih janjinya jam setengah tujuh. Jam berapa ni?” Sasa berbalik menghakimi Angga dengan lancarnya, dia memang paling bisa mengendalikan situasi bahkan emosi yang ada pada dirinya.
“ Hah?, aku itu sms-sms kamu, telepon-telepon kamu tapi gak ada jawaban tau.”
“ Lebay, mau kemana ni, emang masih ada toko yang buka jam segini?”
“Ada?”
“ Di mana?”
“ Kuburan Cina.”
***
            Motor dengan warna merah dan telah dimodifikasi sedemikian rupa itu kini melaju membelah jalanan yang mulai sepi. Suara mesinnya tidak begitu keras bahkan bisa dibilang cukup halus untuk motor laki-laki dengan merek seperti itu, tetapi seseorang yang menumpanginya merasakan batinnya yang menangis keras, sepinya jalanan pada hari yang sudah larut malam dan udara yang menusuk kulit menyempurnakan rintik-rintik air mata yang ditahan dan telah menggantung berat di sudut mata hingga kemudian kering tersapu angin dan begitu seterusnya. Ya tiba-tiba saja semua bayang-bayang yang telah dia usahakan untuk tidak hadir, justru mencekam dan berputar-putar sedari tadi di otaknya. Seperti sebuah kaca kini otaknya dengan sempurna merefleksikan semua bayangan yang sehari ini telah menjadi penyebab air matanya terus saja mendesak keluar. Semua bayang-bayang yang terus dia coba usir itu justru terus datang semakin banyak membawa seluruh teman-temannya, semakin sempurna tiap-tiap kehadirannya, semakin jelas setiap kali Sasa mencoba mengaburkannya. Bayangan itu mematikan fisik juga batinnya. Dia tidak suka hari ini 10 Februari 2011.
***
Suasana kafe  langganan Sasa dan Angga memang  selalu ramai dengan pengunjung tetapi uniknya tidak bising. Suasananya tenang, lagu-lagu yang diputarkan juga sesuai dengan selera mereka berdua, lampu proyektor yang menghiasi dinding dengan motif yang selalu berganti-ganti membuat suasana kafe semakin nyaman, wangi aroma lilin terapi juga mampu menenangkan hati setiap orang yang mengunjunginya. Harusnya begitu juga yang Sasa rasakan tetapi dia tidak merasakan kenyamanan yang selalu dia dapatkan ketika ada disini setiap kali. Banyaknya orang yang datang berpasangan justru menimbulkan rasa iri dalam dirinya, membangkitkan kenyataan bahwa kini dia sendiri meskipun ada seorang sahabat di sampingnya, lagu-lagu yang diputar justru membantunya terus mengingat bayang-bayang itu , motif kupu-kupu yang dihasilkan oleh lampu proyektor justru membantu otaknya menata kenangan-kenangan pahitnya dan  wangi dari aroma lilin yang terbakar api justru menusuk hingga hatinnya, memperkuat bayang-bayang seseorang yang dua hari yang lalu masih bersamanya di tempat ini, besama-sama merasakan wangi cinta. Tetapi malam ini semua terasa basi dan pahit.
“ Sa kamu sakit?”
“ Gak kok Nyet, ayo pesen apa ni?, aku coklat panas tanpa gula deh.” Sasa menuliskan pesanannya sendiri pada sebuah kertas bertuliskan “Daftar Pesanan”
“ Aku Vanilla Latte, air es, sama mi goreng, telurnya dobel laper banget ni.” Angga melambaikan tangannya pada seorang pelayan yang kebetulan melihat ke arahnya dan memberikan kertas daftar pesanan yang ada di tangannya.
“ Eh Sa, kamu gak makan?”
“ Gak, gak laper.”
“ Bentar deh sejak kapan kamu suka coklat panas tanpa gula?, bukannya kamu suka manis?”
“ Sejak hari ini, biar kita tahu kalau di luar sana masih ada yang manis, kamu juga emang habis nguli kok tumben pesen banyak banget?”
“ Hah, habis nonton film Nyet?. Aku tadi habis latihan Kapuera buat Pekan Olahraga Nasional, belum makan gara-gara nunggu balesan dari kamu tau.”
“ Haha maaf Nyet tadi ketiduran capek banget, beli jaketnya besok sore aja deh gimana?”
“ Iya gampang-gampang, tadi kok si Bayu gak keliatan sih, aku pikir malah pergi sama kamu tapi kok kamu malah bilang ketiduran.”
            Air mata Sasa menetes dengan sendirinya entah kenapa setelah mendengar  nama seseorang pada kalimat yang diucapkan Angga,  tiba-tiba saja air matanya dengan santai meluncur dari sudut pipinya, tak menghiraukan si empunya tak menginginkannya untuk terlihat. Angga yang sedari tadi menikmati mi goreng dobel telurnya kaget melihat pemandangan di depannya, dia memang bukan laki-laki yang peka tetapi siapapun laki-laki yang berada di depan Sasa akan tahu bahwa wanita yang sedang dihadapinya sedang menyimpan kepedihan. Begitu juga Angga, tanggannya mengusap butiran air mata pada pipi Sasa dengan penuh perhatian. Sasa hanya diam dan tak bisa mengelak, dia sudah lelah mengelak pada hati dan perasaannya sedari sore tadi.
“ Ngga, aku putus sama Bayu.”
“ Iya-iya aku sudah tau kok, tadi Nana telepon aku tanya kamu lagi sama aku apa enggak terus cerita. Udah jangan dipikirin dulu. Kita pindah tempat aja yuk, di sini nanti kamu malu dilihat orang.”
“ Gak Ngga aku mau pulang aja, aku capek besok juga ada ulangan.”
***
            Kembali motor gagah warna merah membelah sepinya jalan, kali ini langit sudah ditemani bintang-bintang. Udara semakin dingin lebih dingin dari ketika perjalanan pertama, tubuh Sasa mulai menggigil dia memang merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhnya, tetapi setidaknya dia merasa lebih lega kini dia membiarkan air matanya menari-nari di wajahnya dengan bebas tanpa dia tahan lagi. Rasanya lebih lega meskipun bayang-bayang terus hadir setidaknya dia tidak perlu lagi melawannya, dia sudah menemukan cara terbaik untuk melegakan hatinya. Ya, dia harus bisa menghadapinya bukan menghindarinya.
***
            Kembali pada kamar bercat warna kuning dan merah, di sudut kanan dinding kamar menempel sebuah jam dinding bergambar tokoh kartun lucu Winnie The Pooh, jarum pendeknya menunjuk angka dua belas sedang jarum panjangnya menunjuk angka sepuluh, menandakan sudah tengah malam. Sasa kemudian mengalihkan pandangannya ke sebuah cermin besar yang terletak di sudut kamarnya, perlahan-lahan dia mendekat dan melihat pantulan bayangan dirinya dengan wajah yang kusut,  dia bahkan merasa iba melihat bentuk wajah dan penampilannya sendiri, tidak percaya efek yang diberikan kejadian sore tadi sungguh luar biasa untuk dirinya. Kini pandangannya terfokus pada gambar foto berukuran lima kali lima centimeter yang menempel mengelilingi sudut kaca, dan semua foto itu adalah gambar dirinya dengan orang yang sama. Tubuhnya kaku matanya menatap kosong ke arah satu demi satu foto, otaknya kini sedang bermain-main dengan kejadian-kejadian yang tersimpan dari setiap foto, air matanya dibiarkan menetes. Otaknya dibiarkannya mengungkit semua kenangan manis yang kini telah menjadi pahit seluruhnya.
I can be tough
I can be strong
But with you, it’s not like that at all
Theres a girl who gives a shit
Behind this wall You just walk through it
And I remember all those crazy thing you said
You left them running through my head
You’re always there, you’re everywhere
But right now I wish you were here
            Lagu Avril yang berjudul Wish You Were Here berhasil membuat pikiran Sasa kembali ke dunia nyata, dengan terburu-buru diambilnya telepon seluler kesayangannya yang memang sengaja dia tinggal dalam mode pengisian baterai sebelum dia pergi bersama Angga. Ada nama Angga muncul di layar.
“ Iya Ngga?”
“ Aku udah sampai ni Sa, kamu cepetan tidur jangan nangis terus. Selamat ketemu besok.”
“ Iya monyet.”
“ Haha sayang temenku.”
            Tangan Sasa bermain-main dengan telepon selulernya dilihatnya semua pemberitahuan yang masuk. Sembilan puluh tujuh pesan dari orang yang sama “By-you” dia menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali seolah mempersiapkan segala tenaga yang dia miliki untuk membaca deretan kata-kata soal ujian yang harus dikerjakan dengan hasil sempurna. Delapan puluh persen dari pesan yang ada berisi permintaan maaf dan permintaan untuk bertemu. Sasa mulai merasakan kehampaan pada dirinya tetapi kali ini dia lebih kuat, air matanya tidak lagi dibiarkannya terjatuh. Beralih ke panggilan tak terjawab, ada seratus tujuh belas panggilan tidak terjawab juga dari nama yang sama “By-you”, dia hanya menatapnya tak acuh, sedikit dari sisi hatinya mulai muncul rasa benci.
***
Tujuh hari setelah malam 10 Februari 2011
“ Sa nanti pulang sekolah, temenin aku ke Three Second ya. Mau nyari kado buat Raka.”
“ Aduh Na, males banget panas belum lagi nanti kamu milihnya lama.”
“ Aku udah survei kemarin kok cuma lagi gak bawa uang, nanti tinggal ambil aja, nanti aku traktir Mc Flurry deh kalau gak kopi di Starbuck gimana? ”
“ Oke deh pasti nanti jalan jadi adem, haha.”
“ Dasar matrealistis, teman imitasi.”
            Seminggu setelah malam itu Sasa memang lebih senang menyibukkan diri, selalu mencari aktivitas yang bisa membuatnya melupakan rutinitas sebelum dia harus melupakan satu orang yang berhasil membuat dirinya jatuh, jatuh ke dalam kebahagiaan juga jatuh ke dalam kesedihan. Tuhan adil telah memberinya teman-teman yang selalu mengangkatnya kala jatuh mengajarinya untuk berdiri kembali dan terus ada di sampingnya untuk memberikannya semangat kala dia letih ketika mencoba berjalan agar bisa berlari kembali. Meski kadang batinnya masih sakit, dia terus saja menyemangati dirinya tak sampai hati dia menangis seperti sebelum seminggu ini, membuat teman-temannya ikut bersedih dan yang paling Sasa tidak bisa menerima adalah teman-temannya ikut membenci Bayu. Entah kenapa Sasa merasa itu tidak adil.
             ***
            Swalayan di pusat kota memang selalu ramai dari mulai buka hingga tutup kembali. Sasa yang menyadari sahabat di sampingnya akan tergoda dengan kilau-kilau yang di tawarkan di setiap toko yang ada segera menarik Nana untuk menuju tempat tujuan utama mereka. Ketika itu ternyata ada sebuah promo dengan membeli  produk tertentu di Three Second akan mendapat foto gratis bersama seorang penyanyi terkenal yang kebetulan adalah salah satu penyanyi yang menjadi idola Sasa. Tanpa ambil pusing Sasa segera merogoh uang yang ada di dompetnya dan membeli sebuah kaos berwarna merah bertuliskan merek toko tersebut dan langsung berfoto bersama penyanyi idolanya, tak lupa dia juga meminta tanda tangan di buku tulisnya, penyanyi itu membubuhkan tanda tangannya dengan disertai tulisan “Untuk Risa Soraya Martavella, Semangat menggapai mimpimu. Momo Geisha”
            Setelah itu dengan wajah cerah merona Sasa mengucapkan terima kasih dan bersalaman dengan penyanyi idolanya. Kemudian dia harus rela beranjak dari samping idolanya karena sudah banyak yang menunggu giliran untuk berfoto. Sasa segera mencari Nana yang tadi dia tinggal untuk berfoto, setelah keliling dan bingung celingukan. Dia melihat Nana sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang tidak dia harapkan kehadirannya.
“ Udah Na?”
“ Udah, hloh kok ada Bayu?”
“ Ini tadi aku ketemu Bayu, eh aku baru inget Raka kan satu ukuran sama dia jadi ya sekalian minta tolong nyobain.hehe.”
“ Oh, udah?”
“ Udah tapi bingung milih yang warna apa?”
“ Biru dongker lebih bagus.” Sasa dan Bayu mengucapkan kata-kata itu secara bersamaan dengan jeda dan intonasi yang hampir sempurna sama. Setelah menyadari hal itu mata Bayu dan Sasa sama-sama seperti kebingungan dan tubuh mereka seperti kaku tak ada suara yang keluar dari mulut keduanya.
“ Eh ciye sehati, iya kayaknya memang bagus yang biru dongker daripada merah deh.” Nana berusaha mencairkan dua manusia es yang sedang beku di sampingnya. Suasana justru menjadi sedikit tegang ketika seorang gadis yang dengan riangnya menghampiri Bayu dan menggandeng tangannya sambil menunjukkan sebuah foto yang sepertinya baru diambil bersama penyanyi idola Sasa dengan wajah penuh bahagia dan rasa bangga.
            Hati Sasa pun kembali pedih, ada luka lama yang berusaha disayat lagi oleh adegan di depannya, luka lama yang belum kering itu kini harus kembali terkena debu. Luka lama yang telah dengan susah payah diperbannya dan mulai diobati setiap detik dia bernafas kini harus kembali berdarah. Tetapi kini dia lebih siap, tak ada yang bisa mengalahkan tekad kuatnya untuk tidak lagi menangisi ke sia-siannya selama dua tahun yang lalu bersama laki-laki yang sedang digandeng mesra oleh seorang wanita dengan wajah ceria di depannya. Dia menganggap semua yang ada di depannya kini adalah pembuktian atas kerja kerasnya selama ini untuk bisa memperlihatkan kepada dunia bahwa dia telah sanggup melangkah tanpa seseorang yang sampai saat ini masih sangat dia sayangi.
“ Udah dulu ya Bay, aku sama Sasa masih harus mampir ke toko roti nih.” Nana berusaha membawa pergi sahabatnya dari atmosfer panas yang dia tahu bisa membuat sahabatnya itu semakin terluka.
“ Iya ni Bay takut keburu malem.” Prasangka Nana salah, Sasa justru berpamitan dengan senyum tulus dan menyalami Bayu juga wanita yang ada di sebelahnya.
***
21 Februari 2010
            Kamar bercat kuning dan merah dengan jam dinding yang menempel di sudut dinding sebelah kanan bergambar tokoh kartun lucu Winnie The Pooh. Sasa sedang asik bermain telepon selulernya di atas tempat tidur, hingga kemudia suara pintu kamarnya diketuk.
“ Kak Sa, ada Kak Angga tu di bawah.”
“ Iya suruh tunggu sebentar.”
“ Disuruh cepet Kak.” Suara adiknya sedikit terdengar tidak jelas karena adiknya kembali berjalan menuruni tangga.
            Suasana langit malam itu cerah sekali masih ada warna jingga bekas langit sore yang masih menempel, meski beberapa bintang mulai terlihat. Bulan yang masih malu-malu hanya menampakkan sinarnya sedikit. Angga duduk di bangku depan taman rumah Sasa memandang hamparan angkasa yang indah dengan sedikit perasaan harap-harap cemas, berharap agar apa yang akan dia lakukan malam ini berjalan sesuai rencananya, dan cemas takut rencananya tak sama dengan rencana Tuhan.
“ Hai Nyet, hloh kok rapi banget memang kita mau kemana sih?”
“ Hah masa rapi sih perasaan cuma tambah ganteng sama wangi aja deh.hehe”
 ***
Kafe di sudut ruangan dengan lampu yang temaram dan sebuah lilin di tengah meja.
“ Sa?”
“ Hah, iya?”
“ Selamat ulang tahun ya.”
“ Haha apaan ini kan masih tanggal 21.”
“ Bentar.”Angga tiba-tiba saja berlari menuju ruangan belakang meja kasir, dan tak lama datang kembali dengan membawa sebuah gitar di tangannya. Hampir semua mata pengunjung dan pelayan tertuju ke arahnya.
“ Sa, dengerin ya. Jangan suruh berhenti sampai aku berhenti nyanyi sendiri.”
            Angga mulai memetik senar-senar gitar yang ada di tangannya. Terlihat sekali dia gugup diawal tetapi setelah itu dia bisa menyesuaikan diri dan mulai menikmati setiap kata-kata yang terdapat pada lirik-lirik lagu yang dibawakannya. Tatapan matanya memandang Sasa dengan penuh harap dan penuh cinta. Beberapa orang mulai ikut bernyanyi lirih mengikuti alunan suara Angga yang cukup merdu meski bukan penyanyi profesional. Lagu Falling In love dari band J-Rock berhasil dibawakan Angga dengan hampir sempurna.
I think I’m in love for the first time
And it’s making my heart confused
Tell me what exactly happened
How I wonder it will be
You’re touching my heart and my soul
While you hands in my hands indeed
Tell me what exactly happened makes me feel
I’m drowning to deep
Seems weird for me
I will never let this feeling cold
            Di akhir bait lagu tiba-tiba saja Arga muncul dengan membawa seikat bunga mawar berwarna putih, Nana dengan membawa sebuah roti ulang tahun bermotif kartun lucu Winnie The Pooh , Reno dan Raka muncul dengan membawa terompet dan meniupnya berkali-kali.Mereka duduk dan bergabung di kursi sebelah Sasa duduk. Sasa benar-benar terkejut dengan kehadiran sahabat-sahabatnya itu.
“ Sa,  kamu itu seorang sahabat yang menghadirkan cinta lebih dari seorang sahabat di hatiku. Aku tulus jadi sahabatmu tetapi perasaan cinta lebih dari seorang sahabat dihatiku juga tulus, gak adil rasanya kalau aku harus lebih lama lagi membiarkan perasaan itu menunggu untuk sekadar disampaikan. Sa, Aku mau kamu jadi pacarku.”
            Semua pengunjung memberikan tepuk tangan dan kata-kata dukungan di akhir kalimat yang diucapkan Angga. Sasa menjadi bingung dan gugup, dia mengumpulkan segenap keykinan yang ada di dalam dirinya, tiba-tiba saja air matanya menetes tak ikhlas rasanya dia harus merelakan kenangan dua tahun lalu bersama orang yang cukup lama singgah di hatinya. Tetapi di sisi lain laki-laki yang ada di hadapannya ini juga adalah seorang laki-laki yang baik, tak adil rasanya jika dia tidak memberikan kesempatan hanya karena dia takut terluka kembali.
“ Iya aku mau.”
            Tepuk tangan pengunjung kafe dan pegawai kafe semakin meriah, bahkan beberapa pengunjung menyalami Angga dan Sasa memberikan ucapan selamat dan harapan untuk mereka berdua. Tepat setelah itu jam sudah menunjukkan pukul dua belas lebih dan itu berarti tanggal telah berganti, dua puluh dua Februari berarti hari kelahiran Sasa delapan belas tahun yang lalu. Sasa meniup lilin dan mengucapkan permohonan di hati kepada Tuhan, doa yang hanya dia dan Tuhan yang tahu. Doa yang sangat dia harapkan dapat terwujud dan akan memperindah harinya untuk ke depan. Semua sahabat Sasa memberikan kado yang terpaksa harus dia titipkan dulu di kafe karena terlalu besar dan akan sulit di bawa pulang dengan menggunakan motor. Dia sangat bahagia, bahagia sekali malam ini hatinya begitu lega, dia melihat laki-laki di sampingnya yang baru saja mengungkapkan perasaannya begitu gembira juga sahabat-sahabatnya yang terus menggoda tersenyum bahagia. Malam yang indah, gumamnya dalam hati.
***
“ Selamat malam Sa, Eh Sayang. Haha. Terimakasih ya buat hari ini.”
“ Iya, Nyet.”
“Ih kok masih Nyet sih?”
“ Hehe, iya sayang sama-sama. Aku masuk dulu ya sudah pagi ni”
“ Eh bentar dulu.” Angga mengeluarkan sebuah kotak kecil cantik berpita berwarna merah hati dari saku celananya.
“Ini buat kamu aku pakein ya.” Sebuah kalung cantik berwarna putih berbandul hati dilingkarkan Angga ke leher Sasa.
“ Terimakasih ya.”
“ Iya, cantik cocok banget.”
            ***
“ Udah pulang kak?”
“ Iya, kenapa?”
“ Itu tadi Kak Bayu kesini barusan aja pergi titip kado tu di atas sofa.”
            Sasa segera berlari kecil meninggalkan adiknya yang sedang menonton sebuah acara televisi tentang makhluk gaib dengan sebuah bantal yang dipegangnya erat, kadang-kadang digunakan untuk  menutupi wajahnya sendiri. Biasanya Sasa akan menggoda tetapi kini dia lebih tertarik pada sebuah benda di atas sofa. Sasa langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci kamarnya rapat-rapat. Jantungnya berdegup kencap melihat benda berbentuk kotak berukuran sekitar tiga puluh senti meter dengan bungkus kertas bergambar kartun kesayangannya yang kini berada di tangannya. Setelah skian lama berada dalam keraguan dan rasa penasaran, Sasa membuka sedikit demi sedikit bungkus benda kotak itu. Di dapatinya sebuah kotak kecil di dalamnya dan sebuah amplop berwarna merah muda, dengan hati-hati dia membukanya juga membuka lipatan kertas yang ada di dalam amplop itu.
                                                                                               
Untuk : Sasa “Nyi-nyingku”
            Selamat Ulang Tahun yang ke-18 ya,  mungkin aku bukan orang pertama lagi yang bakal ngucapin langsung buat kamu seperti tahun lalu. Tapi aku banyak berharap kamu bisa maafin aku, aku bingung harus gimana lagi untuk memperbaiki semua ini. Aku rapuh, butuh kamu disini. Rasa sayangku gak pernah berkurang sedikitpun Sa, sampai aku tahu kalau Angga juga suka sama kamu. Aku semakin benci menyia-nyiakan kamu, aku semakin benci harus membunuh perasaan sayangku Sa. Aku pengen banget kamu kasih kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku berharap perasaan kita masih sama, sama-sama gak akan pernah berubah.
            Semoga Tuhan mengabulkan segala yang kamu cita dan cintakan. Amin.
                                                                        Selalu sayang kamu, Y.Bayu Saputra.
Angga
Diterima: 01.44
Sayang aku sdah sampai, kmu cepet tidur ya mimpi indah,mimpiin aku pokoknya. Bsok bangun pgi aku jemput,pengen cepet-cepet ketemu kamu, kangen bgt hehe :*
Apa  yang paling kamu takutkan setelah memulai hal baru?
Kamu memulainya dengan penuh keragu-raguan
Kamu memulainya untuk menghindari sesuatu
Kamu memulainya tanpa tanya selanjutnya bagaimana
Kamu memulainya tanpa berrfikir apa sudah saatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ucapan

Terimakasih Sudah Berkunjung.Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Dan Follownya:)